Perguruan Tinggi sebagai bagian dari struktur sosial memiliki peran yang penting di tengah-tengah masyarakat. Kehadirannya menjadi katalisator bagi pengembangan ilmu pengetahuan, memberi kritik dan rekomendasi terhadap kebijakan politik pemerintah dan menjadi bagian dari agen pemberdayaan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Agaknya, peran ini yang belakangan makin hari makin ditinggalkan. Betapa tidak, perguruan tinggi semakin marak berdiri di berbagai daerah yang berlabel negeri maupun swasta, berdiri menjamur seantero negeri. Keberadaannya tak ubahnya pabrik industri yang hanya berorientasi pada banyaknya jumlah input mahasiswa, namun minus kualitas intelektual, profesional dan bahkan sosial mereka. Perguruan tinggi berlomba membuka program studi sebanyak-banyaknya dan menerima serta meluluskan mahasiswa dalam kuantitas yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, anehnya, tak ada yang secara serius memikirkan bagaimana keterserapan para lulusan tersebut di lapangan kerja dan seperti apa peran sosial mereka. Akhirnya, perguruan tinggi justru menjadi lembaga pencetak pengangguran di tengah-tengah masyarakat dan bahkan menjadi orang yang terbuang di lingkungan mereka.
Satu hal lagi yang membuat trenyuh adalah, banyak perguruan tinggi yang telah berdiri tidak sadar apa hakikatnya perguruan tinggi itu sendiri. Perguruan tinggi dianggap sama rata dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, yang hanya menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Ditambah lagi, dengan betapa pragmatisnya sebagian besar mahasiswa hari ini, kuliah hanya untuk mencari selembar ijazah. Pada hakikatnya, perguruan tinggi semacam ini hanya berada di atas kertas, yaitu SK (Surat Keputusan) pendirian dari Menteri dan plang nama perguruan tinggi, tapi minus kualitas layanan pendidikannya dan memiliki mahasiswa yang antipati terhadap rasa ingin tahu yang mendalam (curiosity) terhadap ilmu pengetahuan.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, pendidikan tinggi pada hakikatnya memiliki tiga fungsi. Yaitu fungsi pendidikan/pengajaran, fungsi penelitian dan fungsi pengabdian kepada masyarakat. Pertama yaitu fungsi pendidikan dan pengajaran. Perguruan tinggi dalam bentuk Sekolah Tinggi, Institut ataupun Universitas memiliki kewenangan untuk mendirikan program studi sesuai dengan jenis dan karakter perguruan tingginya. Pada tingkatan program studi, ada Ketua Program Studi secara bebas dapat mengembangkan kurikulum prodinya. Dosen dan mahasiswa melakukan proses belajar mengajar di kelas tiap semester dengan beban sistem kredit semester tiap mata kuliah.
Fungsi kedua adalah penelitian. Perguruan tinggi adalah institusi yang memproduksi ilmu pengetahuan. Artinya disamping sebagai tempat belajar dan menimba ilmu berbagai teori ilmu pengetahuan dalam bidang program studi yang digeluti, insan perguruan tinggi harus dapat mengkritisi teori yang sudah ada dan menemukan teori-teori baru, sebagaimana dalam rumusan tesis-antitesis-sintesis. Oleh karena itu pada tahap akhir, mahasiswa diharuskan membuat karya penelitian berupa skripsi, tesis atau disertasi. Dalam tugas akhir tersebut, harus ada hasil atau rekomendasi berupa temuan baru dari penelitian yang telah dilakukan, baik dari penelitian kualitatif, kuantitatif, penelitian pustaka, atau penelitian pengembangan. Disamping itu sudah barang tentu yang paling harus bekerja keras meneliti adalah dosen, tiap tahunnya. Dalam kegiatan penelitian ini sudah diatur mekanismenya dalam Lembaga Penelitian kampus dengan menyediakan dana untuk penelitian. Disamping itu, juga ada kompetisi penelitian dana hibah yang disediakan pemerintah di masing-masing kementerian yang ada. Walhasil, pada perguruan tinggi, mahasiswa dan dosen harus kenyang dengan aktifitas peneltian dimana hasilnya didokumentasikan di perpustakaan kampus baik dalam bentuk hard copy atau soft copy, diterbitkan dalam bentuk luaran berupa buku maupun jurnal ilmiah.
Hal terpenting lagi adalah ketiga, fungsi pengabdian masyarakat. Perguruan tinggi juga harus memainkan peranan penting sebagai agen perubahan sosial di masyarakat. Secara formal kegiatan ini terlembagakan dalam bentuk kuliah kerja nyata mahasiswa sebagai prasyarat kelulusan. Mahasiswa disamping wajib menjalani perkuliahan di kelas, mereka harus melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat selama kurang lebih satu bulan. Mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok dan diterjunkan ke desa-desa tempat KKN (Kuliah Kerja Nyata). Di desa tempat KKN masing-masing mahasiswa wajib menyusun program kegiatan yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat desa dan dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Disamping mahasiswa, para dosen juga wajib melakukan kegiatan pengabdian serupa tentunya dengan taraf yang berbeda dengan mahasiswa. Kegiatan pengabdian ini secara teknis dikelola oleh lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Hakikat perguruan tinggi ini biasa disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yaitu dharma pendidikan dan pengajaran, dharma penelitian dan dharma pengabdian kepada masyarakat. Produknya adalah laporan penelitian dan pengabdian yang diterbitkan dalam bentuk luaran buku, atau jurnal ilmiah yang diterbitkan secara online oleh jurnal yang bergengsi. Publikasi hasil penelitian dan pengabdian ini dapat meningkatkan kualitas program studi dan institusi perguruan tinggi serta jelas meningkatkan nilai akreditasi. Jika perguruan tinggi tidak melakukan ketiga aktifitas di atas, maka lembaga tersebut pada hakikatnya bukan merupakan entitas perguruan tinggi. Ia hanya sebuah lembaga pendidikan yang mengaku sebagai perguruan tinggi. Semua ini diorientasikan agar civitas akademika memiliki daya pikir ilmiah analitik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi di tengah-tengah masyarakatnya, terlebih lagi setelah para mahasiswa ini lulus, bekerja dan hidup menjadi bagian dari anggota masyarakat secara umum yang bisa memerankan fungsinya dengan baik.
Wallahu A’lam
By: Muhammad Rouf
(Dosen Tetap Prodi MPI STAI Al Kamal Sarang Rembang)